The concept of Tritangtu at Tarawangsa music performance in Pasir Biru Village, Rancakalong, Sumedang

Sri Rahayu Ferawati, Aris Setiawan

Abstract


This study aims to reveal the aesthetics of the concept of Tritangtu (the trinity) in the Tarawangsa music performance in Kampung Pasir Biru, Rancakalong, Sumedang. Tarawangsa is a ritual ceremony related to religious magic to honor Keursa Nyai (goddess of fertility). The music in this ritual is not just an accompaniment or ritual compliment but even deeper shows a strong connection with the concept of Tritangtu, namely the world of heaven, the human world, and the underworld. This study uses the ethnographic method, by performing an in-depth recording of the event. The recording is to find out in more detail why Tarawangsa music is played, in what context, and how do people believe in it. In addition, the concept of Tritangtu, belief in three main elements (metacosm, microcosm, and macrocosm) shows a thought of the Rancakalong people about the balance of human life with God and nature. The study results show that the cultural customs of the Pasirbiru community, in general, indicate how this balance is maintained. They believe there will be a significant impact if one of the Tritangtu elements is not fulfilled, and Tarawangsa's music is an essential element in this effort.

Konsep Tritangtu pada pertunjukan musik Tarawangsa di Desa Pasir Biru, Rencakalong, Sumedang

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap estetika konsep Tritangtu (urutan tiga unsur) dalam pertunjukan musik Tarawangsa di Kampung Pasir Biru, Rancakalong, Sumedang. Tarawangsa adalah upacara ritual yang berhubungan dengan ritual keagamaan untuk menghormati Keursa Nyai (dewi kesuburan). Musik dalam ritual ini bukan sekedar pengiring atau pujian ritual, tetapi lebih dalam lagi menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan konsep Tritangtu yaitu dunia surga, dunia manusia, dan dunia bawah. Penelitian ini menggunakan metode etnografi, dengan mencatat secara mendalam suatu peristiwa. Pencatatan itu untuk mengetahui lebih detail mengapa musik Tarawangsa dimainkan, dalam konteks apa, dan bagaimana masyarakat mempercayainya. Selain itu, konsep Tritangtu, kepercayaan pada tiga unsur utama (metakosmos, mikrokosmos, dan makrokosmos) menunjukkan pemikiran masyarakat Rancakalong tentang keseimbangan hidup manusia dengan Tuhan dan alam. Hasil kajian menunjukkan bahwa adat budaya masyarakat Pasirbiru secara umum menunjukkan bagaimana keseimbangan itu dijaga. Mereka yakin akan ada dampak yang signifikan jika salah satu unsur Tritangtu tidak terpenuhi, dan musik Tarawangsa menjadi unsur penting dalam upaya tersebut.


Full Text:

PDF

References


Andrews, H., & Roberts, L. (2015). Liminality. In International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (pp. 131–137). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.12102-6

Anoegrajekti, N., Macaryus, S., Asrumi, A., Zamroni, M., Bustami, A. L., Izzah, L., & Wirawan, R. (2021). Ritual sebagai ekosistem budaya: Inovasi pertunjukan berbasis ekonomi kreatif. Panggung, 31(1), 53–73. https://doi.org/10.26742/panggung.v31i1.1535

Azis, I. J. (2022). Dualism and development. In Periphery and Small Ones Matter (pp. 9–34). Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-16-6831-9_2

Baker, L. (2006). Observation: A complex research method. Library Trends, 55(1), 171–189. https://doi.org/10.1353/lib.2006.0045

Ciesielska, M., Boström, K. W., & Öhlander, M. (2018). Observation methods. In Qualitative methodologies in organization studies (pp. 33–52). Springer International Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-65442-3_2

Derik, E. (2019). Perubahan perladangan menjadi perkebunan dan dampaknya terhadap kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 9(2), 314–325. https://doi.org/10.29244/jpsl.9.2.314-325

Desandra, Saryanto, & Supriadi, D. (2020). Enkulturasi: Pola pewarisan kesenian Tarawangsa Di Desa Wisata Rancakalong. Jurnal Penelitian Musik, 1(1), 19–30.

Ekadjati, E. S. (2014). Kebudayaan Sunda: Suatu pendekatan sejarah. Pustaka Jaya.

Fausta, E. (2020). Konsep laras Salendro R.M.A. Koeosoemadinata pada angklung pentatonis ragam laras. Jurnal Kajian Seni, 5(2), 150. https://doi.org/10.22146/jksks.45536

Heimarck, B. R. (2022). Musical ritual and ritual music. Musicological Annual, 58(1), 43–59. https://doi.org/10.4312/mz.58.1.43-59

Heryana, A. (2010). Tritangtu di Bumi Kampung Naga: Melacak artefak sistem pemerintahan (Sunda). Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 2(3), 359. https://doi.org/10.30959/patanjala.v2i3.223

Humphreys, M., & Watson, T. (2009). Ethnographic practices: From ‘Writing-Up Ethnographic Research’ to ‘Writing Ethnography.’ In Organizational ethnography: Studying the complexities of everyday life (pp. 40–55). SAGE Publications Ltd. https://doi.org/10.4135/9781446278925.n3

Kawulich, B. (2005). Participant observation as a data collection method. Forum: Qualitative Social Research, 6(2), 1–29.

Kraus, N., & Slater, J. (2016). Beyond words: How humans communicate through sound. Annual Review of Psychology, 67(1), 83–103. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-122414-033318

Lukens-Bull, R. (2008). The traditions of pluralism, accommodation, and anti-radicalism in the pesantren community. Journal of Indonesian Islam, 2(1), 1–15.

Nastiti, T. S. (2020). Dewi Sri dalam kepercayaan masyarakat Indonesia. Tumotowa, 3(1), 1–12. https://doi.org/10.24832/tmt.v3i1.48

Nurmalinda, E. (2021). The meaning of Tri Tangtu principles in Sundanese traditional game “Oray-orayan.” Jomantara: Indonesian Journal of Art and Culture, 1(1), 14–26. https://doi.org/10.23969/jijac.v1i1.3451

Prasetya, S. H. B. (2012). Fisika bunyi Gamelan: Laras, tuning, dan spektrum. Badan Penerbitan ISI Yogyakarta.

Rijali, A. (2018). Analisis data kualitatif. Jurnal Alhadharah, 17(33), 81–95.

Rosliani, E. (2013). Analisis ornamen pada lagu Dangdanggula Degung dalam tembang Sunda Cianjuran. Panggung, 23(1). https://doi.org/10.26742/panggung.v23i1.87

Rosyadi, R. (2017). Kesenian Gondang sebagai representasi tradisi masyarakat petani di Jawa Barat. Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 8(3), 397. https://doi.org/10.30959/patanjala.v8i3.16

Ruslan, R. (2018). Tuhan, manusia dan alam dalam perspektif filsafat Islam. Jurnal Qolamuna, 4(1), 111–132.

Rusmana, T. (2018). Rekontruksi nilai-nilai konsep Tritangtu Sunda sebagai metode penciptaan teater ke dalam bentuk teater kontemporer. Mudra Jurnal Seni Budaya, 33(1), 114. https://doi.org/10.31091/mudra.v33i1.314

Saepudin, A. (2016). Laras, Surupan, dan Patet dalam praktik menabuh gamelan Salendro. Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 16(1), 52–64. https://doi.org/10.24821/resital.v16i1.1274

Saringendyanti, E., Herlina, N., & Zakaria, M. M. (2018). Tri Tangtu on Sunda Wiwitan doctrine in the XIV-XVII Century. TAWARIKH: Journal of Historical Studies, 10(1), 1–14. https://doi.org/https://doi.org/10.2121/tawarikh.v10i1.1056

Sharma, H., & Sarkar, C. (2019). Ethnography research: An overview, 6(2), 1–5.

Sumardjo, J. (2003). Simbol­simbol artefak budaya Sunda. Kelir.

Sumardjo, J. (2014). Estetika paradoks. Kelir.

Sumartias, S., Alimuddin, A., Subekti, P., Bakti, I., & Nugraha, A. R. (2019). Tarawangsa as a traditional communication media in the information dissemination based on local wisdom. Library Philosophy and Practice (e-Journal), 3(2), 1–17.

Supandi, A., & Atmadibrata, E. (1983). Khasanah kesenian daerah Jawa-Barat. Pelita Masa.

Supriatin, Y. M. (2017). Tarawangsa dan perkembangannya. JENTERA: Jurnal Kajian Sastra, 1(2), 36–47. https://doi.org/10.26499/jentera.v1i2.277

Cahripin, C. (2008). Musik ritual "Tarawangsa" di Desa Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. KETEG: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi, 8(1) (ICADE 2018).

Wahid, A. (2012). Korelasi agama, filsafat, dan ilmu. Jurnal Substantia, 14(1), 224–231.

Yulaeliah, E. (2012). Tarawangsa dan Jentreng dalam upacara Ngalaksa di Rancakalong Sumedang Jawa Barat (sebagai sarana komunikasi warga). SELONDING, 3(1), 97–109. https://doi.org/10.24821/selonding.v3i1.5




DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um015v51i22023p243

Refbacks

  • There are currently no refbacks.



Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya is licensed under
Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Web
AnalyticsView My Stats
Based on the Official Letter from the Director General of Higher Education, Research, and Technology, the Ministry of Education, Culture, Research, and Technology No 158/E/KPT/2021, dated December 27, 2021, Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Pengajarannya is granted RANK 2 JOURNAL SCIENTIFIC ACCREDITATION PERIOD I YEAR 2021. This rating status is valid for 5 (five) years up to Vol 53, No 1, 2025.

Dear Sir/Madam

We appreciate your continued confidence and trust in Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya (JBS). In order to enhance the service, readability, and quality of JBS publications, we will be transitioning to a new website, https://citeus.um.ac.id/jbs, in collaboration with Digital Commons (Elsevier) starting in July 2024.

Sincerely

Yusuf Hanafi
(Editor in chief)


Editorial Office:
Gedung D16 Lantai 2 Fakultas Sastra UM Jl. Semarang 5 Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia 65145

Publisher:
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Indonesia
JPtpp is licensed under